.jpeg)
- 12 May 2020
- Nomor Identitas Tunggal/li>
- Felix Wisnu Handoyo S.E., M.Sc.
Saatnya
Indonesia mulai kembali memikirkan pentingnya Nomor Indentitas Tunggal (NIT)
dalam menghadapi berbagai permasalahan bangsa. Pandemi Covid-19 yang melanda
dunia dan Indonesia khususnya, berdampak multisektor tidak terkecuali
permasalahan sosial-ekonomi. Pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai
langkah untuk menghadapi ancaman Covid-19, melalui kebijakan fiskal dan moneter
untuk melindungi pelaku ekonomi. Namun, ada hal yang perlu mendapat perhatian
khusus ialah skema pemberian bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang
terdampak Covid-19. Skema pemberian bantuan cenderung tidak efektif dan
efesien, serta memungkinkan terjadinya ketidaktepatsasaran.
Bansos yang
diberikan pemerintah baik pusat dan daerah dengan cara konvesional berpotensi
setidaknya menimbulkan beberapa kendala. Pertama, menyerap banyak resources mulai dari penyediaan,
pengepakan, dan distribusi. Proses pemberian sembako secara langsung door-to-door menyerap sumber daya yang
besar dan memakan waktu yang tidak singkat. Disisi lain, masyarakat tidak dapat
menunggu ditengah lumpuhnya sejumlah kegiatan usaha dan ekonomi di Indonesia,
khususnya di Jabodetabek. Ketidakpastian waktu berakhirnya pembatasan kegiatan
ekonomi menciptakan permasalahan sosial-ekonomi dimasyarakat. Hal ini pun
mendorong sebagian besar masyarakat bermigrasi dari kota ke desa. Tentunya ini
seiring dengan menurun atau tidak ada sama sekali penghasilan, tabungan yang
kian menipis, dan biaya hidup di kota besar yang tetap besar, memaksa masyarakat
kembali ke kampung halaman. Kondisi ini diperparah program bansos pemerintah
berupa sembako berjalan cukup lambat dan tidak mampu menyukupi kebutuhan
non-pangan, seperti sewa rumah dan biaya utilitas (listrik,air, dan gas).
Kedua, sirkulasi
bansos sangat mungkin melebihi dari waktu yang ditetapkan, seperti di
Jabodetabek akan diberikan dua kali dalam sebulan. Permasalahan waktu pemberian
bantuan sangat berpengaruh pada sirkulasi bansos, yang direncanakan dua kali
dalam sebulan. Masyarakat di Jabodetabek merasakan sendiri pemberian bantuan
yang berjalan lambat. Jika diwilayah Jabodetabek saja mengalami kendala apalagi
masyarakat di daerah yang infrastrukturnya tidak sebaik Jabodetabek.
Ketiga, adanya mismatch bansos dan penambahan jumlah
penerima bantuan tidak dapat terdata dengan cepat. Data real time yang tidak dimiliki pemerintah pusat dan daerah menimbulkan
permasalahan tersendiri. Pasalnya, data populasi mengenai kondisi
sosial-ekonomi, seperti status pekerjaan, keahlian, dan pendapatan, tidak
dimiliki pemerintah secara baik. Akibatnya, setiap ada economy shock, pemerintah harus mendata kembali dan baru
menyalurkan bantuannya.
Lalu, bagaimana?
Idealnya bansos
diberikan dalam bentuk likuid
terbatas, artinya mudah dibelanjakan sesuai ketentuan yang ditetapkan
pemerintah. Namun demikian, apabila penyaluran bansos dengan tunai pun tidak
terlepas dari kemungkinan penyimpangan. Masyarakat penerima berpotensi menyalahgunakan
bansos untuk dibelanjakan non-kebutuhan pokok non-essential. Padahal keberadaan bansos merupakan suatu langkah
progresif pemerintah dalam membantu masyarakat terdampak Covid-19, khususnya
untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Menilik kondisi yang ada, pemerintah
Indonesia dan DPR perlu mengevaluasi skema pemberian bansos saat ini dan
melakukan perbaikan menyeluruh. Salah satu yang perlu dilakukan, yaitu perbaikan
mengenai pendataan masyarakat penerima bantuan dan metode penyalurannya. Penyelesaian
permasalahan ini memang tidak-lah mudah karena memerlukan waktu dan dukungan
politik.
Permasalahan
tersebut dapat diatasi jika Indonesia telah memiliki Nomer Identitas Tunggal
(NIT). NIT merupakan nomer indetitas
yang merekam data dan informasi setiap individu masyarakat dari kelahiran
hingga kematian. Keniscayaan dalam merealisasikan NIT merupakan suatu bentuk
langkah progresif dalam meningkatkan nasional
security. Pasalnya, NIT akan membantu meningkatkan akurasi data kependudukan
dan pelaksanaan program pemerintah, baik bansos maupun lainnya. Artinya,
melalui NIT berbagai program pemerintah dapat disalurkan dengan tetap sasaran
dan dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.
Ditengah
pandemic Covid-19, NIT akan membantu dalam menyalurkan bansos non-tunai (cashless support fund) berupa uang
elektronik. Masyarakat penerima bansos dapat memanfaatkan bantuan dengan
membelanjakan ke gerai/ minimarket yang telah menyediakan pembayaran non-tunai.
Selain itu, metode ini pun dapat menentukan item kebutuhan pokok dan
non-kebutuhan pokok esensial yang dapat dibelanjakan oleh penerima bantuan. Keuntungan
dengan bansos non tunai (cashless support
fund), ialah penyalurannya cepat, mudah dimanfaatkan penerima bantuan, dan
mampu menggerakan ekonomi (walau terbatas). Metode ini sama dengan yang telah
dilakukan pada Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Bedanya, NIT juga mendata seluruh masyarakat Indonesia secara menyeluruh bukan
hanya kelompok masyarakat rentan dan berpenghasilan rendah.
Dengan NIT data
dapat tercatat dan diperbaharui secara real-time,
karena akan mencatat perubahan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya jika
terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan mekanisme ini pemerintah dapat fokus
menentukan program yang akan diberikan, jumlah bantuan dan siapa saja yang
berhak mendapatkan program dari pemerintah tersebut.
Ada Prasyarat
Keniscayaan NIT bisa menjadi dikatakan sebagai
hal yang mendesak dalam beberapa tahun kedepan. Hal ini pula menentukan
ketahanan negara dalam menghadapi berbagai shock
yang mungkin terjadi dimasa depan, seperti bencana alam, krisis ekonomi dan
pandemi/epidemi. Namun, penerapan NIT akan berjalan dengan baik tentu
memerlukan prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, pemerintah dan masyarakat
menetapkan national security
merupakan hal yang utama. Pasalnya, NIT akan memperkuat system keamanan
nasional dalam berbagai macam ancaman baik ekonomi maupun non-ekonomi. Disisi
lain, memerlukan perlindungan berlapis karena data NIT jika bocor atau
disalahgunakan akan mengancaman keamanan negara. Kedua, perlu adanya
peningkatan sarana dan prasarana teknologi yang mumpuni. Hal ini tentunya untuk
melindungi data pribadi masyarakat yang dapat disalahkangunakan. Ketiga, perlu
adanya regulasi dan pendanaan yang kuat dalam menciptakan system yang mendukung
NIT. Setidaknya ketiga hal tersebut, menjadi prasyarat yang harus dipenuhi
untuk mendukung pelaksanaan NIT di Indonesia. Apabila hal ini dapat
direalisasikan, harapannya kebijakan pemerintah dapat tetap sasaran dan semakin
berkualitas karena didukung oleh sistem dan data yang valid.
Sumber: Diterbitkan Oleh Bisnis Indonesia, Selasa 12 Mei 2020
Share: